Surat An Nas - Membaca, Menterjemah, Tafsir dan Asbabun Nuzul

huruf nas

Surat An Nas adalah salah satu bab makkiyah yang ada di juz 30 sebagai surah ke-114 Al-Qur'an. Nama An-Naas diambil dari kata An-Naas yang diulang dalam huruf ini yang bermaksud manusia.

Surat An-Naas termasuk dalam kelompok surah makkiyah, yang merupakan surat yang diturunkan ketika Nabi Muhammad masih berdakwah di Mekah, sebelum pindah ke Madinah.

Surat An-Nass berisi nasihat kepada manusia untuk meminta pertolongan dan perlindungan hanya dari Allah SWT terhadap semua pengaruh hasutan jahat dari manusia dan jin untuk menjauhkan diri dari semua perintah dan melanggar larangan Tuhan.

Berikut ini akan menerangkan tentang membaca, menterjemahkan, asbabun nuzul surah An-Naas berdasarkan Ibn Kathir Tafsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar, Tafsir Al Munir dan Tafsir Al Misbah.

Membaca dan Menterjemahkan Surah An-Naas

Dikelaskan sebagai surat makkiyah, surah An-Naas adalah jenis surat pendek yang sering dibaca dalam bacaan doa dan doa keagamaan. Berikut adalah lafadz dan terjemahan surah An-Naas:

( Qul a'uudzu birobbinnaas. Nasib buruk. Ilaahin naas. Min syarril waswaasil khonnaas. Alladzii yuwaswisu fii shuduurin naas, mininn jinnati wAn-Naas)

Makna:

Katakanlah: "Saya berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan mengawal) manusia. Raja manusia. Penyembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) Syaitan yang dulu bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dada manusia, dari (kumpulan) jin dan manusia.

Asbabun Nuzul Surat An-Naas

Surah An-Naas terdiri dari enam ayat. Kata An-Naas yang bermaksud "manusia" diambil dari ayat pertama Surah An-Naas. Ini disebut sebagai surat Qul a'udzu birabbin yang tidak bernasib baik .

An-Naas disebut sebagai al mu'awwidzatain bersama dengan surah Al-Falaq, yaitu dua huruf yang membimbing pembaca ke tempat suci. Surah An-Naas dan Surah Al-Falaq, oleh Al Qurthubi juga disebut al muqasyqisyatain , yang membebaskan manusia dari kemunafikan.

Surah Al-Falaq disebut al mu'awwidzah al 'ula , sementara Surat An-Naas disebut al mu'awwidzah ats tsaaniyah yang berarti bahwa kedua huruf ini turun bersama-sama dengan Al-Falaq dan kemudian huruf An-Naas.

Diriwayatkan oleh Imam al Baihaqi dalam kitab Dalaa'il an Nubuwwah dari al-Kalbi dari Abu Shaleh dari Ibnu Abbas yang mengatakan:

"Suatu ketika, Rasulullah jatuh sakit. Dua malaikat kemudian menghampirinya. satu duduk di kepala dan yang lain di kaki. Malaikat di kaki kemudian bertanya kepada yang berada di sebelah kepala, "Apa yang terjadi padanya?" Malaikat di sebelah kepala menjawab, " Disihir oleh seseorang" "

Malaikat di kaki bertanya lagi, "Siapa yang menyihir?" Dijawab, "Labid ibnul-A 'sham, seorang Yahudi". Lubaid bin A'sham menyihir Nabi dengan media pembantu kurma yang berisi rambutnya yang gugur ketika menyisir, beberapa gigi dan benangnya yang disisir yang berisi 11 knot yang ditusuk oleh jarum.

Malaikat itu bertanya lagi "Di mana diletakkan (sihir)?" Dijawab, "Di telaga milik Fulan, di bawah batu. Oleh itu, biarkan Muhammad pergi ke perigi dan keringkan air dan angkat batu. Selepas itu ambil kotak di bawahnya dan bakarlah ”.

Pada waktu pagi, Nabi mengutus Ammar bin Yasir dan beberapa rakannya ke sumur, ketika mereka tiba, mereka melihat bahawa air berwarna merah kecoklatan seperti air inai. Kemudian mereka menarik air, mengangkat batu, mengeluarkan kotak kecil dari dalamnya dan membakarnya. Ternyata ada tali di dalamnya yang mempunyai sebelas simpul. Selanjutnya, Allah menurunkan kedua bab ini. Setiap kali Nabi membaca ayat, simpul tidak terikat. Ketika semua ayat dibacakan, semua ikatan ini dilepaskan dan Nabi kembali sihat.

Riwayat yang hampir sama dengan yang disebutkan di atas, terdapat dalam Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Tetapi tanpa menyebutkan penurunan kedua bab tersebut. (lihat buku Sahih Bukhari Ath-Thibb, hadis no 5766; buku Sahih Muslim buku As-Salaam, hadis no 2189)

Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam buku ad-Dalaa'il dari jalan Abu Ja'far ar-Razi dari Rabi 'bin Anas dari Anas bin Malik yang mengatakan:

"Seorang lelaki Yahudi membuat sesuatu untuk Rasulullah sehingga dia jatuh sakit. Ketika para sahabat mengunjungi, mereka percaya bahawa Rasulullah telah terkena sihir, Malaikat Jibril kemudian turun dengan al-rnu'awwidzatain (surah al-Falaq dan an-Naas) untuk merawatnya. Akhirnya, Rasulullah kembali sihat ".

Tafsiran Surah An-Nas

Surat An Nas, ayat 1

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ

Katakanlah: "Saya berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan mengawal) manusia.

Perkataan qul (قل) yang bermaksud "mengatakan" menyatakan bahawa Rasulullah SAW selawat dan menyampaikan segala yang dia terima dari ayat-ayat Al-Quran yang disampaikan oleh malaikat Jibril. Ini sangat relevan jika Rasulullah mengarang ayat ini, maka menurut Tafsir Al Misbah, perkara yang paling wajar adalah menghilangkan kata qul.

Baca juga: Doa Selepas Adzan (Bacaan dan Artinya)

Dalam Tafsir Al Azhar dijelaskan, qul (قل) "Katakanlah wahai utusanku dan juga ajarkan kepada mereka."

Kata a'uudzu (أعوذ) diambil dari perkataan 'audz (عوذ) yang bermaksud membawa kepada sesuatu untuk mengelakkan sesuatu yang ditakuti.

Rabb (رب) mengandungi makna pemilikan dan pemeliharaan serta pendidikan yang mewujudkan pertahanan dan kasih sayang. Dalam Tafseer Fi Zhilalil Quran, dinyatakan bahawa Ar Rabb adalah Tuhan yang memelihara, yang mengarahkan, yang menjaga dan yang melindungi.

Dia adalah Allah Azza wa Jalla, Dia adalah Rabb semua makhluk, manusia, malaikat, jin, langit, bumi, matahari, semua makhluk hidup dan mati. Namun, surat ini lebih ditujukan untuk umat manusia. Ini dijelaskan dengan jelas dengan adanya lafadz yang tidak bernasib baik setelah Rabb.

Sementara itu, An-Naas (الناس) bermaksud kumpulan manusia. Berasal dari kata An-Naas (النوس) yang bermaksud pergerakan, ada juga yang berpendapat dari kata unaas (أناس) yang bermaksud kelihatan. Kata An-Naas diulang 241 kali dalam Al-Quran. Kadang-kadang perkataan ini digunakan dalam Al-Quran dalam pengertian jenis orang seperti Surah Al Hujurat ayat 13 atau kumpulan orang tertentu seperti Surat Ali Imran ayat 173.

Surat An Nas, ayat 2

مَلِكِ النَّاسِ

Raja manusia

Kata Malik (ملك) bermaksud raja, biasanya digunakan untuk penguasa yang menjaga manusia. Berbeza dengan Maalik (مالك) yang bermaksud pemilik, biasanya digunakan untuk menggambarkan kuasa pemilik terhadap sesuatu yang tidak bernyawa. Ini menjelaskan mengapa ayat kedua Surah An-Naas tidak dibaca oleh maalik (مالك) dengan memperluas huruf mim seperti dalam Surat Al Fatihah. Itulah penjelasan Tafsir Al Misbah.

Al Malik, kata Sayyid Qutb dalam Fi Zhilalil Quran, adalah Tuhan yang berkuasa, Yang menentukan keputusan, Yang mengambil tindakan.

Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar, Malik (ملك) bermaksud pemerintah atau raja, pemerintah tertinggi atau sultan. Sementara itu, jika meme itu dipanjangkan menjadi Maalik (مالك), itu bermakna dia memilikinya.

Mengenai tafsiran malik dalam surat An Nas, Buya Hamka menjelaskan: "Sama ada diperpanjang untuk membaca mim atau tidak membacanya tidak berpanjangan, kedua pembacaan itu mengandungi dua makna: Sesungguhnya Allah adalah Raja dan Penguasa mutlak atas manusia. Allah SWT telah ditentukan dan telah ditentukan sehingga kita suka atau tidak, kita manusia harus mematuhi peraturan yang telah ditentukan oleh-Nya yang disebut sunnatullah, "

Ayat kedua dari Surah An-Naas secara eksplisit menjelaskan bahawa Allah sebagai Malik (ملك), penguasa adalah raja yang memiliki kekuasaan tertinggi atas manusia, kekuasaan-Nya sempurna, Dia adalah Allah Azza wa Jalla.

Surat An-Naas ayat 3

إِلَهِ النَّاسِ

Penyembahan manusia

Kata ilah (إله) berasal dari kata overa - ya'lahu (أله - يأله) yang bermaksud pergi dan berdoa. Ia dipanggil tuhan kerana semua makhluk datang dan meminta Dia memenuhi keperluan mereka. Pendapat lain mengatakan bahawa kata itu pada awalnya bermaksud menyembah atau melayani sehingga tuhan itu adalah Dia yang disembah dan kepada-Nya semua pengabdian ditujukan.

Sayyid Qutb menjelaskan, al-ilah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Yang unggul, Yang menjaga, Siapa yang bertanggung jawab. Sifat-sifat ini mengandung perlindungan dari kejahatan yang memasuki dada, sementara orang yang bersangkutan tidak tahu bagaimana menolaknya kerana dia tersembunyi.

Dalam Tafsir Ibn Kathir, ayat 1 hingga 3 menjelaskan beberapa perkara penting, termasuk:

Tiga ayat pertama adalah sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Yaitu sifat rububiyah, sifat mulkiyah dan sifat uluhiyah. Dia adalah Tuhan semua, Yang memilikinya dan Yang disembah oleh semua. Maka semuanya adalah makhluk yang diciptakannya dan menjadi miliknya dan menjadi hamba-Nya.

Orang yang meminta perlindungan diperintahkan untuk menyebutkan ciri-ciri ini dalam petisyen mereka sehingga mereka dapat menghindari godaan tersembunyi, yaitu setan yang selalu menemani manusia. Kerana tidak ada manusia melainkan memiliki qarin (pendamping) dari kalangan syaitan yang menghiasi fahishah sehingga terlihat baik baginya. Syaitan juga tidak teragak-agak untuk melakukan segala daya untuk menyesatkan bisikan dan godaannya. Yang terhindar dari bisikannya hanyalah orang-orang yang dijaga oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Rasulullah bersabda, "Tidak seorang pun dari kamu tetapi telah diberikan kepadanya qarin yang menyertainya." Sahabat itu bertanya, "Termasuk kamu wahai Rasulullah?" Dia menjawab, "Ya. Hanya kerana Allah menolong saya dalam berurusan dengannya akhirnya dia masuk Islam. Jadi dia tidak memesan kecuali hanya kebaikan. "

Syeikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan dalam Tafsir Al Munir, "Kerana sifat cinta Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk kita, Allah mengajar kita tentang prosedur untuk berlindung dari syaitan dan jin manusia. Dia memberitahu kita mengenai tiga sifat-Nya; rububiyah, mulkiyah dan uluhiyah. Dengan sifat-sifat ini, Allah akan menjaga hamba yang meminta perlindungan dari kejahatan iblis dalam agama, dunia dan akhirat. "

Surat An Nas ayat 4

مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ

Dari kejahatan (bisikan) syaitan biasa bersembunyi

Perkataan syar (شر) pada awalnya bermaksud buruk atau buruk. Kebalikan dari khair (خير) yang bermaksud baik. Ibn Qayyim Al Jauziyah menjelaskan bahawa syar merangkumi dua perkara, yaitu sakit (sakit) dan yang membawa kepada rasa sakit (sakit). Sakit, kebakaran, lemas sakit. Sementara kufur, maksiat dan sebagainya membawa kepada kesakitan atau keperitan dalam siksaan Ilahi.

Baca juga: Doa Damai (Supaya Hati Sentiasa Tenang)

Perkataan al waswas (الوسواس) pada awalnya bermaksud bunyi yang sangat halus. Makna ini kemudian berkembang menjadi bisikan, biasanya bisikan negatif. Oleh itu sebilangan sarjana memahami perkataan ini dalam erti kata syaitan. Kerana Syaitan sering membisikkan hasutan dan perangkap di hati orang.

Manakala kata al khannas (الخناس) berasal dari kata khanasa (خنس) yang bermaksud kembali, mundur, menyembunyikan.Kata-kata yang digunakan dalam ayat ini mengandungi makna yang sering atau banyak. Ini bermaksud, Syaitan sering kembali menggoda manusia ketika dia lalai dan melupakan Allah. Sebaliknya, syaitan sering berundur dan bersembunyi ketika orang melakukan zikir dan mengingati Allah.

Ketika menafsirkan Surah An-Naas ayat 4, Ibnu Abbas menjelaskan, “Syaitan jauh di lubuk hati anak Adam. Ketika dia lupa dan mengabaikan Allah, Syaitan menggodanya. Apabila dia mengingati Allah, maka syaitan bersembunyi. "

Surat An Nas, ayat 5

الي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ

yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia

Kata Shudur (صدور) bermaksud dada, yang bermaksud tempat untuk hati manusia. Jadi ketika menjelaskan ayat ini, Syekh Wahbah menjelaskan: “Siapa yang menyebarkan pemikiran buruk dan jahat di dalam hati. Dalam ayat tersebut disebutkan perkataan abu shudur kerana dada adalah tempat hati. Pemikiran ini memiliki tempat di hati, seperti yang diketahui dalam dialektika orang Arab. "

Adakah ayat ini hanya menyangkut anak-anak Adam sebagai ayat luar atau adakah itu termasuk jin? Ibn Kathir memetik pendapat bahawa jin juga termasuk dalam makna An-Naas.

Surat An Nas, ayat 6

مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ

(kumpulan) jin dan manusia

Kata min (من) dalam ayat ini mempunyai makna separa. Kerana sesungguhnya beberapa manusia dan jin melakukan bisikan negatif, bukan semuanya. Allah mengabadikan kata-kata jin yang dijelaskan dalam Surat Al Jinn ayat 11:

وَأَنَّا مِنَّا الصَّالِحُونَ وَمِنَّا دُونَ ذَلِكَ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدً ا

" Dan sesungguhnya di antara kita ada yang benar dan ada di antara kita yang tidak. Kami menempuh jalan yang berbeza. " (QS. Al Jin: 11)

Ada juga yang berpendapat bahawa min dalam ayat ini berfungsi untuk menjelaskan jin, maka maknanya adalah.

Perkataan al jinnah (الجنة) adalah bentuk jamak jinny (الجني) yang dilambangkan oleh ta 'marbuthah untuk menunjukkan bentuk jamak dari muannats. Kata jinn berasal dari kata akar janana (جنن) yang bermaksud tertutup atau tidak kelihatan. Anak yang masih dalam kandungan dipanggil janin kerana tidak kelihatan. Syurga dan hutan lebat disebut jannah kerana mata tidak dapat menembusinya. Sehingga sesuatu itu dinamakan dengan kata jin kerana itu adalah roh yang tidak kelihatan.

Sementara itu, definisi Syaitan adalah semua makhluk yang menggoda dan mengundang kemaksiatan, baik dari jenis jin dan manusia. Definisi Syaitan berdasarkan sifat atau watak sebagai makhluk. Syaitan jin tidak muncul dalam bentuk, tetapi setan manusia dapat dilihat.

Abu Dzar Al Ghifari pernah ditanya oleh seseorang, "adakah syaitan manusia?" Dia juga menjawab di sana kemudian membaca kata-katanya:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُخحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ فوِلَِ

"Dan dengan demikian, Kami membuat untuk setiap Nabi musuh, yakni setan (dari) jenis manusia dan (dari) jin, beberapa dari mereka berbisik kepada beberapa yang lain kata-kata indah untuk menipu." (Surah Al An'am: 112)

Ibn Kathir menjelaskan, Surah An-Naas ayat 6 adalah penafsiran dari Surah An-Naas ayat 5. Sebagaimana makna syaitan dalam Surat Al An'am ayat 112 adalah.

Sayyid Qutb menjelaskan, bisikan jin tidak dapat diketahui bagaimana ia berlaku. Namun, terdapat kesan-kesan pengaruhnya dalam realiti jiwa dan kehidupan.

" Bagi manusia, kita tahu banyak tentang bisikan mereka," sambungnya dalam Tafsir Fi Zilalil al-Quran. "Kami juga tahu bahawa di antara bisikannya ada sesuatu yang lebih berat daripada bisikan jin syaitan. "

Dia kemudian memberi contoh rakan yang membisikkan kejahatan kepada rakan-rakannya yang lain. Ajudan atau penasihat yang berbisik kepada pihak berkuasa. Provokitor yang memprovokasi dengan kata-katanya. Penjual nafsu yang menghembuskan nafas berbisik melalui naluri. Dan pelbagai bisikan lain yang menggoda dan menjerat sesama manusia. Kesemuanya tergolong dalam kumpulan syaitan yang berasal dari manusia.

Melalui penjelasan ini kita dapat mengetahui bahawa sebagai orang yang beriman untuk selalu meminta pertolongan dan perlindungan dari Allah kerana Allah adalah Rabb (Tuhan yang memelihara, Yang mengarahkan, Yang melindungi dan melindungi), Malik (Tuhan itu Tuhan), dan Ilah (Tuhan. Yang Maha Tinggi, yang unggul, yang mengurus, yang berkuasa). Membaca Surah An-Naas adalah sebahagian daripada usaha untuk melindungi diri dari semua bisikan ini.

Buya Hamka dalam Tafsir al Azhar menjelaskan: "Dan sebenarnya kamu berlindung kepada Allah dari penanaman syaitan adalah dengan meninggalkan apa yang disukai oleh syaitan. Ia bukan sekadar perlindungan dari mulut, "

Itulah penjelasan pembacaan, terjemahan, asbabun nuzul, hingga penafsiran surat An-Naas. Semoga bermanfaat!